Edge of Darkness

0
1473

Edge of Darkness
Walau cerita terkesan biasa, namun karisma Mel dalam one man show-nya benar-benar menjadi kekuatan film ini.

DATA FILM

  • Judul Film:Edge of Darkness
  • Genre: Thriller – Drama
  • Sutradara: Martin Campbell
  • Produser: Dan Rissner – Suzanne Warren – Gail Lyon
  • Penulis Skenario: William Monahan – Andrew Bovell
  • Studio Produksi: GK Films – BBC Films – Icon Productions
  • Distributor: Warner Bros. (Amerika) – Icon Production (Internasional)
  • Negara: Inggris – Amerika
  • Bahasa: Inggris
  • Durasi: 117 menit
  • Tahun Rilis: 1 Februari 2010 (Indonesia)


PEMERAN UTAMA

  • Mel Gibson sebagai Thomas Craven
  • Ray Winstone sebagai Jedburgh
  • Danny Huston sebagai Jack Bennett
  • Bojana Novakovic sebagai Emma Craven
  • Shawn Roberts sebagai Burnham


SINOPSIS

Thomas Craven adalah seorang detektif veteran di kepolisian kota Boston, yang harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya, Emma Craven, tewas ditembak di depan rumahnya sendiri. Kepolisian Boston berasumsi bahwa Thomas lah target sebenarnya. Namun Thomas berpikir lain. Selain tidak punya musuh selama menjalani tugasnya sebagai detektif, kematian Emma mengarah ke hal lain, selain dirinya.

Dimulailah penyelidikan Thomas terhadap kematian Emma. Semua hal termasuk semua kontak yang berhubungan dengan Emma diselidiki hingga sampai kantor tempat Emma magang pun turut diselidiki, yang dipimpin oleh Jack Bennett. Sedikit demi sedikit terkuak adanya konspirasi, termasuk kegiatan pecinta lingkungan yang diikuti oleh Emma. Hal tersebut makin rumit dengan kehadiran Jedburgh, agen pemerintah yang karakternya sulit ditebak dan terlibatnya salah satu anggota parlemen yang tercium ada hubungannya dengan tempat Emma magang. Balas dendam dan konspirasi menjadi inti film ini.

TRAILER

 


REVIEW


Mel Gibson is back! Yap, kalimat itulah yang pantas disematkan pada film ini. Setelah menghilang dan terakhir membintangi Signs di tahun 2002, Mel Gibson seolah vakum berakting di depan kamera. Sebagai gantinya, dia berada di belakang film fenomenal, Passion of The Christ dan kisah suku maya yang solid, Apocalypto keduanya sebagai sutradara. Kali ini Mel kembali ber-acting di depan kamera.

Yang mengarahkan film ini adalah Martin Campbell, orang yang sukses menggarap James Bond versi Daniel Craig. Diharapkan kombinasi keduanya mampu menghasilkan sebuah film dengan karakter yang kuat serta drama dan aksi yang mumpuni. Dimulai dengan cukup lambat untuk ukuran film dengan tensi agak keras, alur berikutnya seperti penyelidikan Thomas, kegiatan konspirasi hingga adegan aksi yang minim namun berisi dan digarap dengan baik, mengalir tanpa hambatan.

Seperti biasa Mel Gibson menandai come back-nya dengan ciri khasnya, dingin, keras serta tanpa kompromi, namun tetap memiliki wibawa khas kepala sebuah keluarga. Permainannya pun cukup meyakinkan. Mengingatkan karakternya akan film Payback, minus karakter slengean-nya seperti dalam seri Lethal Weapon. Pemain lain yang menjadi perhatian adalah Ray Winstone sebagai Jedburgh. Ray mampu mengimbangi acting Mel dan menjadi scene stealer film ini dengan karakter abu-abunya.

Untuk karater lain, nampaknya tidak ada yang istimewa. Bahkan karakter antagonisnya sekalipun tampak datar-datar saja, cukupan untuk film-film sejenis ini. Bagaimana dengan bobot ceritanya? Nampaknya ini menjadi sedikit kelemahan film ini. Selain tampak datar dan biasa saja, Campbell sudah banyak memberi bocoran menjelang pertengahan film, sehingga alur cerita bisa ditebak dari tengah film.

Juga tidak sulit untuk menemukan pemeran antagonis di film konspirasi seperti ini. Sisanya hanya cerita balas dendam dibumbui konspirasi yang diwarnai sedikit flashback kehidupan Thomas Craven ketika Emma masih hidup. Bobot dramanya pun sangat kental, sehingga adegan aksinya boleh dibilang minim. Namun di balik cerita konspirasi tersebut, memang bobot dramanya menjadi nilai plus. Selain menguak kehidupan Thomas sedikit demi sedikit, chemistry ayah anak sangat terasa di film ini, yang digambarkan di awal film dan melalui beberapa flashback di tengah dan menjelang akhir. Overall, tidak ada salahnya mencoba kembali kehadiran Mel Gibson. Walau cerita terkesan biasa, namun karisma Mel dalam one man show-nya benar-benar menjadi kekuatan film ini.

(Jack/Kitareview.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here